Penentuan batas wilayah masih manual, sehingga kemungkinan besar terjadi kesalahan
Pemerintah diminta menuntas-kan proses penertiban izin tumpang tindih lahan per tambangan, karena belum menunjukkan hasil signifikan.
Hingga kini, Kementerian ESDM mencatat masih ada 5.940 izin usaha pertambangan (IUP) yang belum dinyatakan clean and clear, sedangkan 4.626 izin sudah dinyatakan clean and clear atau tidak bermasalah.
Dari total 5.940 IUP yang belum clean and clear, sebanyak 3.988 IUP untuk komoditas mineral dan 1.952 IUP untuk komoditas batubara.
Sedangkan dari total 4.626 IUP yang clean and clear, sebanyak 2.784 IUP tambang mineral dan 1.842 sisanya merupakan IUP batubara.
Kebanyakan IUP mengalami tumpang tindih lahan, meliputi lahan beda komoditas, tumpang tindih lahan sesama komoditas, hingga tumpang tindih karena kewenangan.
Biasanya tumpang tindih lahan terjadi karena garis batas antar wilayah kabupaten yang tidak jelas.
Perbedaan garis batas sering muncul setelah adanya otonomi daerah dan pemekaran wilayah. Ada juga beberapa wilayah tambang yang berada di lokasi hutan konservasi.
Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, proses penertiban izin pertambangan yang bermasalah masih relatif stagnan.
“Yang menjadi masalah dalam penertiban tersebut adalah mengenai puluhan ribu kuasa pertambangan yang berbentuk IUP, yang sering kali keluar beberapa izin pertambangan untuk komoditas yang beragam dalam waktu yang bersamaan di dalam satu lahan yang sama,” kata Komaidi kepada Investor Daily.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala mengakui, saat ini memang banyak izin tambang batubara yang masih tumpang tindih.
Masalah tersebut terjadi karena penentuan batas wilayah yang masih manual, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan menjadi lebih besar.
“Akibatnya, kegiatan produksi juga tidak bisa dilaksanakan. Ini merupakan kerugian buat negara,” kata dia.
Dia melihat, masalah tumpang tindih lahan tambang harus diselesaikan di pemerintah daerah.
Pasalnya, masalah tumpang tindih ini harus diurut hingga ke awal siapa yang sebenarnya paling berhak memiliki wilayah tambang yang dimaksud.
“Maka memang harus dikembalikan ke daerah untuk itu,” ujar Supriatna.
Dihubungi terpisah, Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, permasalahan tumpang tindih lahan sebaiknya diselesaikan di tingkat pemerintah daerah.
Pasalnya, pemerintah daerahlah yang paham betul terkait batas wilayah dan kewenangan.
“Nanti gubernur akan diminta selesaikan masalah tumpang tindih ini dengan mengumpulkan para bupati di bawahnya,” kata dia ketika dihubungi Investor Daily.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta langsung kepada para gubernur, untuk menangani masalah tumpang tindih lahan tambang usai rapat kabinet di PT Pertamina (Per- sero) pekan lalu.
Urusan lahan akan dikoordinasikan oleh gubernur, urusan lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dan pernyataan izin clean and clear oleh Kementerian ESDM.
Jika masalah lahan tidak selesai di Gubernur, Rudi melanjutkan, baru akan dirampungkan di tingkat pemerintah pusat.
Dengan cara ini, masalah tumpang tindih lahan yang diselesaikan pemerintah pusat tidak terlalu banyak. Apalagi, kebanyakan izin belum mendapat status clean and clear karena memang masih tumpang tindih dengan per usahaan lain.
“Cara ini juga menghindari penyelesaian masalah melalui hukum. Gubernur dan bupati ini kan istilahnya masih satu keluarga, biarlah mereka selesaikan,” jelas Rudi.
Kewenangan Pusat
Menurut Komaidi, untuk izin tambang batubara yang berbentuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), relatif lebih terkoor dinasi dengan baik.
Karena proses negosiasi kontraknya langsung dengan pemerintah pusat.
Tumpang tindih lahan tersebut juga dikarenakan lahirnya Undang-Undang Otonomi Daerah, yang memberi kewenangan penerbitan izin tambang tersebut oleh bupati atau walikota.
Mengenai rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan kewenangan penuh kepada gubernur, untuk menertibkan persoalan perizinan tambang, Komaidi menilai hal itu sebagai langkah yang baik.
"Kalau usaha menarik wewenang tersebut ke atas itu sudah memperbaiki,” jelas Komaidi.
Penulis: ID/Retno Ayuningtyas/ Entin Supriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar