Pages

Sabtu, 29 Juni 2013

Kerja Sudah Enak? Coba Fikir Lagi.



Tiwi. Teman dari waktu sekolah hingga kerja saya pernah bertanya, "Teman sekelas di SMK dulu yang kerja nya sudah enak siapa aja, Shin?"

"Ooh, itu. Banyak sih. Itu tuh si, emmmh, siapa ya, emmmh, bingung juga ya Tiw. Masalahnya, barometer nya kerjaan enak juga belum jelas kan, Tiw?" Jawab saya padanya.

"Iya yah, hehe. Tapi kan intinya kerjanya udah enak kan?"

Kami berdua jadi sama-sama berfikir.

***
Beberapa orang yang bertugas mengisi ulang motivasi para karyawan di tempat kerja suka membahas 3 tipe manusia berdasarkan usahanya, yang pertama Quitter (Orang yang mudah berhenti), Champer (Orang yang mampu bertahan tetapi hanya sebentar, kemudian berhenti), terakhir Climber (Orang yang terus mendaki dan tak akan berhenti kecuali sudah sampai puncak).

Saya merinding, kalau membayangkan tipe Climber ini mempratekkan keunggulan karakternya di pabrik.

Saya dan Tiwi hari itu sepakat mengambil contoh para petinggi-petinggi dan manager-manager pabrik. Lihatlah mereka, penghasilan mereka sebulan mungkin lebih besar dari gaji 20 orang karyawan biasa. mereka naik kendaraan yang jumlah rodanya lebih banyak 2x lipat dari kendaraan karyawan biasa. Mereka bekerja di ruangan bersuhu 16 derajat celcius. Belum lagi tunjangan kesehatan, tunjangan hari tua, jaminan pendidikan mungkin?

Tapi mereka, saat karyawan-karyawan biasa tengah bercanda tawa berjalan menuju masjid terdekat, demi menjawab panggilan cinta setiap hari jum'at, karyawan biasa dengan wajah cerah dan basah, pakai baju bersih yang sengaja mereka bawa spesial karena ini hari jum'at.
Para petinggi ini justru sedang duduk meladeni tamu-tamu perusahaan ataupun para pemilik modal yang berkunjung menengok perusahaan mereka

Di hari lain, mereka baru bisa shalat zuhur pukul setengah tiga lewat, shalat ashar pukul setengah enam lewat. Kenapa? karena tak sempat? Terlalu banyak pekerjaan kah?
Bahkan yang lebih miris lagi, salah satu dari para petinggi ini pernah berkata pada dirinya sendiri di depan pintu mushalla dan didepan para karyawan biasa yang baru selesai shalat berjama'ah,

"Emmh, aku shalat hari ini apa besok aja ya?" mendengar kalimat itu sebagian orang hanya menoleh dan ada juga yang tertawa, menganggap itu lelucon. "Aku shalat besok ajalah, besok juga masih ada."

Beberapa orang mungkin gerah mendengar argumen-argumen yang sok moralis atau agamis digunakan saat menilai kehidupan. Ya seperti tulisan yang anda baca ini, beberapa orang sangat benci karena ini agak moralis.
Jadi sebaiknya apa? Humanis? Dimana sisi humanisme yang bisa menjadi pembelaannya? Apakah bisa dikatakan humanis jika setiap hari makan siang sambil dimaki-maki, dikatakan bodoh, tak punya otak karena para petinggi tak membuat para pemilik modal terpuaskan obsesinya? Apakah ini humanis ketika para petinggi berbicara terbungkuk-bungkuk didepan para pemilik modal namun menindas semua orang dibawahnya?

Beginikah nasib para Climber?? Yang tak akan pernah berhenti kecuali sampai puncak kemudian setelah dipuncak malah lupa siapa dirinya?

Semoga masih ada sisi baik
semoga masih ada sisi baik

Teknik Elektro

Teknik Elektro